Insiden Doorstop Jambi : Humas Seharusnya Jadi Mitra, Bukan Penghalang

PERISTIWA penghalangan wartawan saat melakukan wawancara cegat (doorstop) dalam kunjungan kerja Komisi III DPR Republik Indonesia di Mapolda Jambi, pada hari Jum’at, tanggal 12 September 2025, menyisakan tanda tanya besar.

Bagaimana mungkin seorang pejabat humas kepolisian, yang sejatinya berperan sebagai mitra pers, justru tampil menjadi penghalang bagi kerja-kerja jurnalistik?

Insiden ini tidak bisa dianggap sepele. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, secara jelas menjamin kemerdekaan pers dan melindungi wartawan dalam menjalankan tugas profesinya.

Baca Juga :  Akademisi Sumsel Minta Kemendagri Tidak Terpancing Soal Demo Pj. Bupati Muba

Ketika seorang wartawan dihalangi, apalagi oleh lembaga yang seharusnya menghormati hukum, maka yang dipertaruhkan bukan sekadar kebebasan individu, melainkan marwah demokrasi.

Humas seharusnya menjadi pintu dialog, bukan tembok penghalang. Kehadirannya dibutuhkan untuk menjembatani kepolisian dengan publik, salah satunya melalui media massa.

Jika humas justru bersikap represif terhadap jurnalis, maka fungsi komunikasi publik institusi itu akan runtuh, dan kepercayaan masyarakat kian terkikis.

Baca Juga :  Edi Triono Terpilih Aklamasi sebagai Ketua DPD PJS Sumsel 2025–2030, Siap Perjuangkan Marwah Jurnalis Siber

Insiden di Jambi menunjukkan betapa pentingnya semua pihak memahami bahwa pers adalah pilar demokrasi. Wartawan menjalankan fungsi kontrol sosial, dan kerja jurnalistik bukan ancaman, melainkan mitra strategis dalam membangun keterbukaan informasi.

Tindakan menghalangi doorstop bukan hanya keliru secara etika, tetapi juga dapat dikategorikan melawan hukum.

Sementara Ketua Umum DPP PJS, Mahmud Marhaba, dalam percakapannya melalui telpon, menegaskan bahwa PJS berdiri di garda depan membela kebebasan pers.

Baca Juga :  Jelang Hadapi Verifikasi Dewan Pers, DPD PJS Sumsel Adakan Rapat, Ini Hasilnya

Ia mendukung penuh langkah DPD PJS Jambi yang meminta Kapolda memberikan klarifikasi terbuka, serta memastikan insiden serupa tidak terulang di kemudian hari.

Saya percaya, kepolisian sebagai institusi penegak hukum, tidak boleh anti-kritik atau anti-keterbukaan. Justru, dalam era demokrasi, sinergi antara pers dan kepolisian, menjadi kunci agar publik mendapatkan informasi yang benar, transparan, dan dapat dipercaya.

Aneh jika Humas yang seharusnya menjaga komunikasi, malah berubah menjadi aktor penghalang. Apakah ini sekadar salah prosedur atau ada motif lain?

Baca Juga :  Paguyuban Sinarmas Sumsel Dukung PJS Sumsel Wujudkan Wartawan Profesional dan Berintegritas

Jawaban itu hanya bisa diperoleh melalui klarifikasi resmi dari Kapolda Jambi. Yang jelas, pers tidak boleh dibungkam, apalagi dihalangi dengan cara-cara yang mencederai hukum dan demokrasi.

Ditulis oleh Wahyu Jati Syawaludin
Ketua DPD Pro JurnalisMedia Siber
Provinsi Jambi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *