BekisarMedia.id — Dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) secara resmi menyepakati pembatasan aktivitas hiburan masyarakat, khususnya yang melibatkan musik remix, Disc Jockey (DJ), dan hiburan malam sejenis.
Kesepakatan bersama ini ditetapkan melalui rapat koordinasi yang digelar di Pendopo Kabupaten OKI, pada hari Rabu, tanggal 6 Agustus 2025, dengan melibatkan unsur pemerintahan daerah, kepolisian, TNI, dan lembaga legislatif.
Berdasarkan hasil kesepakatan, pelaksanaan hiburan masyarakat seperti orgen tunggal, orkes, band, dan DJ, hanya diizinkan berlangsung hingga pukul 17.00 WIB. Musik remix dan pertunjukan DJ secara tegas dilarang, karena dinilai berpotensi menjadi pemicu gangguan sosial, kekerasan, bahkan penyalahgunaan narkoba.
Setiap penyelenggaraan hiburan, wajib memperoleh izin dari pihak kepolisian dan diketahui oleh perangkat desa atau kelurahan setempat. Selain itu, panitia pelaksana diwajibkan membuat surat pernyataan tanggung jawab atas kegiatan yang diselenggarakan.
Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak ditujukan untuk melarang budaya hiburan tradisional seperti orgen tunggal, namun lebih kepada menertibkan penyalahgunaan musik remix yang kerap menjadi pintu masuk bagi peredaran narkoba dan aksi anarkis.
“Yang kita larang ini bukan orgennya, tapi musik remix-nya. Karena musik remix ini sering kali menjadi pintu masuk narkoba, kekerasan, dan tindakan negatif lainnya.” tegas H. Muchendi Mahzareki.
Ia menambahkan bahwa komitmen Forkopimda ini merupakan wujud kepedulian terhadap dinamika sosial yang berkembang, terutama di pedesaan. “Kita ingin hiburan yang sehat, edukatif, dan tidak merusak generasi muda.” ujarnya.
Kapolres OKI, AKBP Eko Rubiyanto, menyatakan bahwa pihaknya siap mengawal implementasi kesepakatan ini dengan mengedepankan pendekatan persuasif dan preventif.
“Polres OKI siap berkolaborasi dengan Kodim, Polsek, dan perangkat daerah. Penindakan hukum hanya dilakukan jika pendekatan humanis tidak diindahkan.” ungkapnya.
Ketua DPRD OKI, Farid Hadi Sasongko, juga menyampaikan dukungannya dan mengajak seluruh unsur masyarakat, termasuk tokoh adat dan agama, untuk turut mensosialisasikan aturan ini.
“DPRD sangat mendukung langkah ini. Edukasi kepada masyarakat harus terus ditingkatkan agar mereka paham apa yang boleh dan tidak.” tegasnya.
Forkopimda OKI menegaskan bahwa pihak-pihak yang melanggar kesepakatan ini dapat dikenai sanksi pidana kurungan maksimal 6 bulan atau denda hingga Rp50 juta, sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2017 juncto Perda Nomor 14 Tahun 2021. (skb)
1 komentar