BekisarMedia.id — Penempatan jemaah haji Indonesia di Makkah pada musim haji 1446 H/2025 Masehi, dilakukan berbasis Syarikah (perusahaan penyedia layanan), bukan lagi berdasarkan kloter (kelompok terbang).
Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, menyebutkan bahwa langkah ini sebagai strategi penting untuk memastikan layanan maksimal saat puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
“Penempatan jemaah berdasarkan Syarikah sangat urgen untuk mendukung kelancaran mobilisasi dan pelayanan jemaah di Armuzna.” tegas Muchlis M. Hanafi dalam keterangan persnya di Madinah, pada hari Kamis, tanggal 15 Mei 2025.
Delapan Syarikah Tangani Lebih dari 190 Ribu Jemaah Indonesia
Tahun ini, delapan Syarikah ditunjuk untuk melayani jemaah haji Indonesia, dengan pembagian sebagai berikut, Al-Bait Guest: 35.977 jemaah, Rakeen Mashariq 35.090 jemaah, dan Sana Mashariq 32.570 jemaah.
Kemudian, Rehlat & Manafea 34.802 jemaah, Alrifadah 20.317 jemaah, Rawaf Mina 17.636 jemaah, MCDC 15.645 jemaah, dan Rifad 11.283 jemaah.
Pendekatan ini diambil untuk memudahkan kontrol, memperkuat koordinasi lapangan, dan memastikan setiap jemaah mendapatkan layanan yang tertata dan optimal.
Alur Perjalanan Berdasarkan Gelombang dan Syarikah
Jemaah Indonesia diberangkatkan dalam dua gelombang. Gelombang pertama mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA), Madinah, dan selama di sana, penempatan masih berbasis kloter. Namun, saat diberangkatkan ke Makkah, pengelompokan dilakukan berdasarkan Syarikah.
Sementara itu, gelombang kedua langsung mendarat di Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAAIA), Jeddah, dan dari sana langsung diberangkatkan ke hotel di Makkah, sesuai penempatan berdasarkan Syarikah.
“Ini sejalan dengan pergerakan jemaah dari Makkah menuju Armuzna dan kembali. Jadi, pola ini lebih strategis.” ujar Muchlis M. Hanafi.
Mitigasi untuk Jemaah yang Terpisah
Salah satu tantangan dari skema baru ini adalah potensi terpisahnya pasangan suami istri, orang tua dan anak, atau jemaah disabilitas dari pendampingnya, karena berbeda Syarikah.
Namun, PPIH menegaskan telah melakukan berbagai upaya mitigasi berbasis data, agar jemaah tetap merasa nyaman.
“Sebagian kecil memang ada yang terpisah, tetapi secara umum mereka tetap bersama, baik di Madinah maupun di Makkah. Kami terus berkoordinasi dengan otoritas Arab Saudi, agar bisa ditemukan solusi terbaik.” kata Muchlis M. Hanafi.
Layanan Katering dan Perhatian Penuh dari Saudi
Hingga saat ini, tercatat 92.437 jemaah telah tiba di Arab Saudi dalam 235 kloter. Dari jumlah tersebut, 25.547 jemaah dalam 65 kloter telah bergerak dari Madinah ke Makkah.
Untuk mendukung kenyamanan, PPIH telah mendistribusikan lebih dari dua juta boks katering. Sebanyak 1,578 juta boks disalurkan di Madinah, dan 476 ribu boks lainnya di Makkah.
“Katering dengan cita rasa nusantara kami sajikan sesuai waktu makan, dan tetap memungkinkan jemaah menikmatinya bersama pasangan atau pendamping meski berada dalam Syarikah berbeda.” jelasnya.
Akselerasi Distribusi Kartu Nusuk
Muchlis juga menyoroti pentingnya percepatan distribusi kartu Nusuk—dokumen digital yang berfungsi seperti “paspor perhajian”. Hingga kini, distribusi kartu masih berlangsung dan terus dipercepat.
“Kami bersama Kementerian Haji dan Umrah Saudi serta para Syarikah, telah sepakat untuk mempercepat pembagian kartu Nusuk. Tim gabungan sudah bekerja efektif, dan jumlah jemaah yang menerima kartu ini terus meningkat.” ujarnya.
Bagi jemaah yang belum menerima kartu Nusuk saat tiba di Makkah, mereka tetap bisa melaksanakan umrah wajib dengan pendampingan dari pihak Syarikah.
Komitmen Kolaboratif
Menurut Muchlis M. Hanafi, Pemerintah Arab Saudi menunjukkan perhatian besar kepada jemaah Indonesia, mengingat jumlah jemaah Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia. Oleh karena itu, sinergi antara Indonesia dan Saudi menjadi kunci suksesnya penyelenggaraan haji.
“Kita tidak mencari siapa yang salah, tapi bersama mencari solusi terbaik untuk semua permasalahan di lapangan.” pungkasnya. (skb)