BekisarMedia.id — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar Rapat Paripurna XX Penyampaian Laporan Hasil Reses Tahap III tahun 2025 Pimpinan dan Anggota DPRD Sumsel di Ruang Paripurna DPRD Sumsel, Jalan POM IX, Palembang, pada hari Rabu, tanggal 10 Sesptember 2025.
Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua DPRD Sumsel, Andie Dinialdie, didampingi Wakil Ketua DPRD Sumsel, Raden Gempita dan M. Ilyas Panji Alam. Hadir Wakil Gubernur Sumsel, Cik Ujang.
Sebelumnya, Anggota DPRD Sumsel turun ke Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing, menjaring aspirasi masyarakat saat melaksanakan Reses Tahap III tahun 2025 pada 21-28 Agustus 2025.
Secara bergantian, masing-masing Pelapor dari 10 Dapil menyampaikan dan menyerahkan laporan hasil Reses Tahap III ke Pimpinan DPRD Sumsel dan Wakil Gubernur Sumsel, sebagai bahan masukan dan pertimbangan secara prioritas dalam penyusunan rencana kerja pembangunan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel ke depan.

Juru Bicara (Jubir) Dapil) V, Atthahirah Putri Lestari, dalam laporannya menyampaikan deretan keluhan masyarakat yang dinilai tidak kunjung ditangani secara serius oleh pemerintah.
“Sebagian besar aspirasi warga masih berkutat pada masalah klasik yang belum tertangani optimal, mulai dari infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga persoalan ekonomi dan ketenagakerjaan.” ujar Atthahirah Putri Lestari.
Warga menyoroti kondisi jalan provinsi maupun desa yang rusak parah, sehingga menghambat mobilitas dan aktivitas ekonomi. Persoalan listrik desa yang belum merata, serta akses internet yang lemah di Kabupaten OKU Selatan, juga disebut memperlebar kesenjangan pembangunan.
Di bidang pendidikan, sekolah kekurangan ruang kelas, laboratorium, hingga tenaga pendidik. Banyak anak dari keluarga miskin terancam putus sekolah, karena biaya. “Program beasiswa harus diperluas, agar anak-anak tidak berhenti sekolah hanya karena faktor ekonomi.” ujar politisi perempuan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Sementara di sektor kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), kekurangan dokter dan bidan. “Keluhan paling sering datang dari warga desa yang harus menempuh perjalanan jauh, hanya untuk mendapat layanan kesehatan dasar.” ungkap Atthahirah Putri Lestari.
Sebagai daerah agraris, petani masih kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi, bibit unggul, dan pemasaran hasil panen. Mereka juga menanti dukungan alat dan mesin pertanian, untuk meningkatkan produktivitas.
Di sektor ekonomi, masyarakat mendesak adanya pelatihan keterampilan kerja, penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), koperasi desa, dan penciptaan lapangan kerja baru. Bantuan sosial untuk keluarga miskin, lansia, dan disabilitas juga terus menjadi kebutuhan mendesak.
Selain lambannya layanan birokrasi, persoalan stunting juga mencuat sebagai ancaman serius, terutama di wilayah terpencil yang minim jangkauan layanan pemerintah. “Semua aspirasi ini kami sampaikan sebagai tanggung jawab moral kepada masyarakat, yang sudah memberi amanah kepada kami. Pemerintah Provinsi Sumsel harus menindaklanjuti secara konkret dan terencana.” tegasnya.

Jubir Dapil VI, M. Muaz Ar Rifqi, mengungkapkan sederet keluhan masyarakat yang belum terselesaikan. Ia menegaskan, masalah infrastruktur dasar masih menjadi keluhan terbesar warga. Jalan dan jembatan yang rusak parah, saluran irigasi yang tidak berfungsi, hingga keterbatasan akses air bersih dan jaringan komunikasi di pedesaan, disebut menghambat aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Warga meminta pemerintah provinsi agar memprioritaskan perbaikan dan pembangunan infrastruktur dasar, karena ini menyangkut aksesibilitas, mobilitas, dan aktivitas ekonomi mereka sehari-hari.” tegas M. Muaz Ar Rifqi.
Selain itu, para petani di Kabupaten Muara Enim, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), dan Kota Prabumulih, juga menghadapi persoalan berat. Minim akses permodalan, bunga kredit pertanian yang tinggi, serta lemahnya dukungan koperasi atau lembaga keuangan mikro, membuat mereka sulit meningkatkan produktivitas.
“Masyarakat desa, khususnya petani, merasa belum sepenuhnya merasakan kehadiran negara dalam bentuk kebijakan yang memihak. Ini harus menjadi catatan serius bagi pemerintah daerah.” katanya.







